Kamis, 17 November 2011

Kerajaan Samudra Pasai

Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam tertua di Indonesia. Keterangan tentang kerajaan ini diperoleh dari Marcopolo, saudagar bangsa Italia, yang singgah di Perlak pada tahun 1292. Ia menyebutkan bahwa rakyat Perlak sebagian besar telah memeluk agama Islam. Dari sejarah Dinasti Yuan di Cina diperoleh keterangan bahwa Samudera Pasai telah mengirimkan utusannya ke Cina pada tahun 1282. Samudera Pasai mula-mula berpusat di Samudera, lalu berpindah ke Pasai. Kedua negeri ini letaknya berdekatan, yaitu di pantai timur Aceh, daerah Lhok Seumawe (Aceh Utara). Menurut buku Hikayat Raja-raja Pasai, Perlak juga merupakan kerajaan. Namun kerajaan itu dipersatukan dengan kerajaan Samudera, setelah Sultan Malik al-Saleh menikah dengan Putri Ganggang dari Perlak.


Kerajaan Pasai pada mulanya dibangun oleh Laksamana Laut Mesir bernama Nazimuddin Al Kamil yang dikirim dinasti Mamaluk ke Samudera Pasai. Pada tahun 1283, Pasai dapat ditaklukkan. Marah Silu kemudian diangkat menjadi raja Pasai dengan gelar Sultan Malik Al Saleh (1285-1297). Pada tahun 1297 Sultan Malik Al Saleh wafat dan digantikan oleh putranya bernama Sultan Muhammad. Setelah naik takhta ia bergelar Malik al-Tahir. Ia memerintah sampai tahun 1325. Malik al-Tahir kemudian digantikan lagi oleh Sultan Ahmad yang bergelar Sultan Malik al-Zahir. Pada masa pemerintahannya, seorang pengembara dari Maroko bernama Ibnu Batutah singgah di Samudera Pasai pada tahun 1354. Menurut Ibnu Batutah, Sultan Malik al-Zahir sangat taat kepada ajaran Islam. Jika pergi sembahyang Jum’at, ia berjalan kaki dan pulangnya naik gajah. Dan disebutkan pula bahwa di antara pembesar istana terdapat orang Persia (Iran).


Sultan Malik al-Zahir wafat tahun 1348 dan digantikan oleh putranya bernama Zainal Abidin. Ia naik takhta dalam usia yang masih muda, sehingga pemerintahan dijalankan oleh para pembesar kerajaan. Ketika armada Cina di bawah pimpinan Cheng-Ho singgah di Pasai tahun 1405, raja Pasai yang mereka temui masih Zainal Abidin. Akan tetapi ketika Cheng Ho datang lagi ke Pasai tahun 1412 Sultan Zainal Abidin telah wafat. Raja-raja Pasai berikutnya tidak tercatat dalam sejarah. Pengaruhnya telah dikalahkan oleh kerajaan Islam lainnya yaitu Kesultanan Malaka.

Nama Samudera sampai sekarang tetap abadi. Ibnu Batutah mengeja dan menyalin nama Samudera menjadi Sumatrah. Nama Sumatrah ini dipakai oleh para pelaut Arab. Nama Sumatrah ini oleh orang Eropa diucapkan Sumatera seperti yang kita kenal sekarang. Dengan demikian Pulau Sumatera merupakan terjemahan dari kata Samudera.